Sebagaimana telah
aku kemukakan pada tulisan
aku yang terdahulu, yang berjudul "Tergila-gila Pada Mertua",
selain berbagai
usaha yang terkait dengan ibu
mertuaaku , sebenarnya sebelum
kelahiran anak aku yang kedua,
aku telah pernah bersetubuh dengan orang lain,
yakni dengan isteri teman aku .
Kejadiannya bermula
dari perjumpaan aku
dengan seorang teman SMP aku di sebuah toko elektronik, ketika
aku sedang
membeli VCD Player. Pertemuan di
toko itu kemudian dilanjutkan dengan makan malam bersama.
Joko, teman aku itu, bekerja sebagai di salah satu perusahaan
minyak. Karena
ia bekerja di
bagian produksi, maka waktunya lebih banyak dihabiskan di
anjungan minyak lepas
pantai. Dua minggu di anjungan, dan satu minggu
kemudian ia bekerja di darat. Begitulah
pola jadwal kerjanya. Ia
Nama isterinya
adalah Nina, bekerja sebagai dosen
di salah satu perguruan tinggi
swasta. Pembicaraan di rumah
makan tersebut
sedemikian mengasyikkan. Kami
banyak mengenang berbagai kejadian lucu
semasa kami di SMP
dahulu. Bagaimana kami berusaha mengintip
paha guru-guru wanita, cerita tentang Bibi Kantin, dan sebagainya. Tidak kami sadari, rupanya rumah makan itu akan
segera tutup. Kemudian Joko
mengajak aku ke rumahnya.
Rumah Joko
sudah sepi ketika kami
sampai di sana.
Menjawab pertanyaan Joko, pembantu wanita yang membukakan pintu mengatakan
bahwa isteri Joko telah masuk kamar dari
jam sembilan, mungkin sudah tidur katanya.
Sambil duduk di ruang tamu menunggu Joko yang masuk ke
kamarnya, aku mengamati rumah
Joko yang cukup asri ini.
Dari foto mereka yang
terpajang, aku dapat melihat
dan menilai
bahwa isterinya
cukup menarik dan
seksi. Ternyata penilaian aku
tersebut tidak salah.
Dengan hanya
mengenakan daster tanpa lengan dan sedikit
terkantuk- kantuk ia menjulurkan tangannya "Nina" katanya.
"Bambang" jawabku singkat.
Kemudian Nina
mengatakan ia mohon maaf karena mengantuk sekali dan harus tidur cepat
karena ia
mendapat jadwal
mengajar pagi keesokan
harinya. Tinggallah aku berdua
dengan Joko melanjutkan
perbincangan kami.
Sambil berbincang-bincang,
kemudian Joko mencoba VCD yang baru dibelinya. VCD itu
sendiri isinya film yang cukup terkenal (judulnya kalau
tidak salah "Indecent Proposal". Kurang lebih film itu berkisah
tentang tawaran
dari seorang pria
untuk memberikan sejumlah besar uang apabila ia diperbolehkan mengencani
isteri pria yang
satunya tersebut.
Sambil
menonton, Joko bertanya "Kalau
kamu bagaimana Bang?" tanyanya. Aku menjawab "enggak tahu deh ..
bingung". Kemudian aku balik bertanya
"Kalau kamu bagaimana Jok?". Joko mengemukakan
bahwa kalau ia
menghadapi situasi yang demikian, maka
ia akan menerima tawaran itu.
Bahkan ia kemudian
secara terbuka mengungkapkan
kepadaku bahwa terkadang ia suka
membayangkan isterinya bersetubuh dengan orang lain.
Ia merasa janggal dengan keadaannya yang satu ini.
Kemudian kami memperbincangkan berbagai hal
lainnya. Menjelang tengah malam,
akhirnya aku pamit, walaupun sebenarnya
masih banyak yang
ingin kami perbincangkan. Dengan
kesibukan masing-masing,
selama hampir tiga
minggu kami tidak
berkomunikasi. Sampai akhirnya di satu hari Kamis,
ia menelepon aku di kantor
menjelang jam
pulang kantor.
Joko mengajak aku untuk bertemu di salah satu
Cafe di bilangan
Kemang. Karena tidak
acara,
akhirnya aku
menyanggupi ajakan tersebut. Rupanya
Joko ingin membicarakan suatu hal
yang agak pribadi, sehingga ia
mengajak aku bertemu
di cafe tersebut.
Setelah pembicaraan basa-basi,
akhirnya ia mengutarakan maksud utama mengapa ia mengajak aku
bertemu.
"Begini Mbang" kata
Joko sebagai pembukaan. "Sebetulnya aku
agak sungkan mengemukakan hal yang
akan
aku utarakan
ini, karena sifatnya
begitu pribadi" lanjutnya.
"Mudah-mudahan kamu tidak terkejut
dan tidak
berpikir yang
bukan-bukan terhadap aku , setelah
semuanya ini aku ungkapkan padamu" sambung Joko lagi.
"Ada apa sih
Jok" tanyaku penasaran.
"Pernah
tidak kamu membayangkan isterimu
bermesraandengan orang lain" tanyanya. "Pernah"
jawabku singkat dan sejujurnya memang
demikian. "Aku juga"
katanya. "Bahkan, aku
sangat terangsang kalau membayangkan isteriku bersetubuh dengan laki-laki lain"
lanjutnya. "Sebenarnya, secara
tidak langsung aku pernah mengemukakan hal tersebut ketika kita
nonton film di rumahku dulu" lanjutnya lagi. "Bayangan itu, hampir
tiap malam singgah
di kepalaku. Dan sepertinya aku
tidak tahan lagi untuk mewujudkannya." kata Joko sambil meneguk
minumannya.
"Karena itulah,
aku mengajakmu bertemu. Terus
terang Mbang, aku mau
minta
tolong
padamu. Maukah kamu menyetubuhi
isteriku ? Aku ingin
melihat kamu menyetubuhi
isteriku"
katanya malu- malu.
Walaupun sebenarnya aku juga sudah
menduga-duga kemungkinan
akan hal itu, tetapi
aku tetap tertegun mendengar ungkapan Joko tersebut. "Maaf ya
Mbang, kalau permintaanku itu kurang
enak buat kamu" kata Joko melihat aku
diam saja. "Terus terang Jok, aku kaget dan
agak bingung. Walaupun masih
ada beberapa pertanyaan
di benakku, tapi aku dapat
memahami keinginanmu itu. Yang benar-benar membuatku bingung ... kenapa aku yang
kamu pilih untuk menyetubuhi isterimu.?" tanyaku.
"Ada beberapa alasan" jawab Joko.
"Pertama, aku sudah cukup mengenal
kamu, yang artinya kamu aku nilai tidak
akan sembarangan
membocorkan rahasia ini
kepada orang lain. Kedua, walaupun kita kenal sudah cukup
lama, tapi kita kan tidak sering berhubungan. Aku pikir
keadaan itu dapat mengurangi resiko timbulnya berbagai
masalah yang lebih besar kemungkinannya timbul kalau yang
menyetubuhi isteriku adalah orang yang bergaul sehari-hari
dengan kami" lanjut Joko. "Maksudmu bagaimana Jok,
aku agak kurang jelas?" tanyaku.
"Begini, seumpamanya yang menyetubuhi isteriku itu tetanggaku
atau teman kantorku, kan
kejadian itu dapat menimbulkan situasi hubungan yang baru di antara kami.
Misalnya, jadi
salah tingkah dalam berhubungan. Dan
jika hal itu terjadi, akan lebih besar pengaruhnya dibandingkan jika dengan
kamu. Karena, hamper tiap hari kan aku ketemu
mereka." kata Joko menjelaskan. "Kalau begitu, ada kemungkinan dong
hubungan kita menjadi renggang?"
tanyaku lebih jauh. "Itu kan
cuma permisalan
saja" kata
Joko. "Tapi
kan aku
harus tetap memperhitungkannya" kata
Joko lagi. "Pertimbangan
lainnya"
tanyaku lagi.
"Terus terang
Mbang, biar bagaimana juga kan aku harus
pilih-pilih. Aku tidak mau dong orang
sembarangan
yang menyetubuhi isteriku. Tampang dan kondisi
sosial- ekonomi, setidaknya
selevel denganku" kata Joko.
"Kalau
orang sembarangan, isteriku juga belum tentu
mau" lanjut Joko lagi.
"Memangnya
hal ini sudah kamu bicarakan dengan isterimu?" tanyaku sambil meneguk Coca
Cola yang ada di
hadapanku.
Kemudian Joko mengatakan "Sudah
tahunan Mbang aku mengungkapkan
keinginanku ini ke Nina.
Tapi dia selalu menolaknya. Ide
gila katanya. Baru beberapa bulan yang lalu
sikapnya agak melunak,
karena kayaknya dia mulai
takut aku ceraikan karena tidak punya anak. Tapi, sampai
saat ini keinginanku itu belum terpenuhi. Kami belum
menemukan orang yang
benar-benar cocok dengan keinginan kami. Kadang aku yang tidak cocok,
kadang dia yang tidak menyenangi orang yang aku usulkan. Ada juga yang
alternatif orang yang kami
berdua kurang cocok".
"Memangnya
kalau aku, isterimu sudah setuju?"
potongku.
Joko menjawab "Aku sudah pernah membicarakan kamu
sebagai
alternatif kepada
Nina, dan responsnya menurutku lebih
baik
dibandingkan dengan calon-calon
sebelumnya". "Apa
komentar Nina tentangku" tanyaku lagi. "Nina
bilang kamu
'boleh juga', dan
seperti penilaianku, Nina juga menilai
kamu cukup dikenal olehku, namun kita tidak terlalu dekat
dan tidak terlalu
sering berhubungan dengan kami"
jawab
Joko.
Setelah menanyakan
beberapa hal lainnya, kemudian
aku mengatakan
kepada Joko bahwa aku masih
membutuhkan
waktu untuk
berpikir. Alasan utama yang aku
utarakan
adalah bahwa
aku belum pernah melakukan hal tersebut.
Kemudian setelah
kami berbincang-bincang tentang berbagai
hal lainnya, kami
akhirnya pulang ke rumah masing-masing.
Pada malam
saat aku berbicara dengan
Joko di cafe‚
tersebut, aku sebenarnya sudah ingin memberikan jawaban
bersedia. Selain
memang mungkin benar bahwa pria memiliki
kecenderungan
untuk tidak puas dengan satu wanita saja,
juga didukung oleh
situasi dimana satu bulan terakhir ini
isteriku sudah tidak mau diajak bersetubuh karena
usia
kandungannya yang
sudah tua.
Faktor kebat-kebit
sehubungan dengan
hasratku terhadap mertuaku,
juga
semakin menggelitik kebutuhan seksku. Satu-satunya
hal
yang menunda
persetujuanku adalah kekhawatiran
akan
resiko dari
memenuhi permintaan itu.
Pertama, terus
terang aku takut
affair tersebut akan diketahui orang dan
akhirnya sampai
ke telinga keluargaku
atau keluarga
isteriku.
Kedua, aku
khawatir kalau Joko meminta imbalan
sebaliknya.
Artinya, ia juga ingin menyetubuhi
isteriku.
Aku khawatir kalau ia meminta hal ini, aku tidak
dapat
memenuhinya.
Isteriku kemungkinan besar akan menolak
ide
itu, aku sendiripun masih bertanya-tanya apakah
aku mau
membiarkan isteriku disetubuhi orang lain. Walaupun aku
terkadang memfantasikannya, kan tetap
ada beda antara
fantasi dengan
realita.
Setelah aku
timbang-timbang kurang lebih
selama
seminggu, dan
setelah memperoleh konfirmasi
dari Joko
bahwa ia
tidak bermaksud untuk
meminta imbalan
menyetubuhi isteriku,
akhirnya aku memutuskan
untuk
memenuhi tawaran
dari Joko tersebut.
Kemudian, melalui
telepon aku memberitahu Joko, dan langsung saat itu juga
kami membuat janji
untuk bertemu di rumah Joko pada hari
Jumat malam.
Dengan alasan
ingin bertemu dengan
teman lama,
setelah mandi dan sempat bermasturbasi di kamar
mandi,
aku pamit
pada isteriku dan berangkat
ke rumah
Joko.
Makan malam di rumah Joko berlangsung agak kaku. HanyaJoko
saja yang banyak
berbicara dan berusahamenghangatkan suasana. Aku hanya mengiyakan
atau menjawabsingkat
pertanyaan-pertanyaan Joko. Sementara itu, Nina lebih
banyak menundukkan kepala dan terlihat agak jengah ketika bertemu
pandang denganku. Yang ada
di kepalaku saat itu, adalah bayangan bahwa sebentar lagi aku
akan memesrai wanita ini. Beberapa kali aku sempat
mencuri pandang ke arah Nina dengan agak menjelajahi tubuhnya.
Khususnya, ketika
ia berdiri dan berjalan mengambil buah
untuk penutup
makan malam itu.
Sehabis makan,
ketika Nina membereskan meja makan,
Joko dan
aku duduk-duduk di ruang
keluarga. Beberapa
saat kemudian Nina
masuk ke ruang keluarga itu, duduk di
salah satu
sofa tunggal di ruang itu. Ia
duduk dengan
kedua tangan
menyatu dan diselipkan di
antara kedua
kakinya. Terkesan
sangat gugup, canggung
dan agak
ketakutan. Suasana
terasa sangat kaku, walaupun beberapa
kali Joko berusaha melucu. Tatapan kami lebih
sering ke
arah televisi,
tapi aku yakin kalau pikiran kami bukan ke
acara di televisi tersebut.
Suatu saat Joko berdiri
dan
kemudian menarik tangan Nina untuk bangun dari sofa yang
didudukinya.
"Ada
apa Mas?" tanya Nina keheranan.
Tanpa
menjawab,
Joko kemudian menuntun Nina ke
arahku yang
duduk di sofa
panjang, lalu mendudukkan
Nina di
sampingku.
"Apa-apaan sih" kata
Nina sambil terduduk.
Situasinya
semakin menjadi tidak
enak dan semakin
canggung.
"Kayaknya kamu terlalu maksa deh
Jok" kataku
kepada Joko. Nina
diam saja dengan
wajah memerah,
campuran rasa malu dan canggung.
"Sorry deh.
Mungkin
lebih baik kalian
berdua saja dulu untuk lebih akrab. Aku
ke teras
depan dulu ya .. " kata Joko
sambil berjalan
meninggalkan kami.
"Kita batalin
saja Nin, kalau kamu memang tidak
mau"
kataku kepada Nina,
sambil mengarahkan pandangan
ke
televisi lagi.
"Nggak apa-apa kok ... aku memang
sudah
menyanggupi hal ini pada Mas Joko. Cuma aku bingung saja
aku harus
bagaimana", jawab Nina. Kemudian aku memandang
wajah Nina,
terlihat pipinya memerah kembali.
"Aku juga
bingung, belum
pengalaman sih" jawabku
sambil
memberanikan diri
memegang tangan Nina. Ia diam saja, dan
membiarkan
tangannya kuelus-elus. Detak jantungku
maupun
jantung Nina, semakin mengeras sejalan dengan kegugupan
kami
masing-masing. Kemudian aku menyandarkan lenganku ke
bahunya, terasa
hangat namun tetap gugup.
Kemudian kuusap-
usap rambutnya, turun ke leher, ke rambut lagi.
Bolak-
balik begitu. Suasana terasa lebih rileks, dan kemudian
Nina menyandarkan
kepalanya ke punggung tangan kiriku
yang ada
di bahu kirinya.
Kemudian tangan kanannya
menarik tangan kananku dan meletakkan di telapak tangan
kirinya, sambil
tangan kanannya mengelus-elus
punggung
tangan kananku. Saat itu, bagi kami, terasa
lebih mudah
melakukan gerakan-gerakan
dibandingkan dengan berbicara.
Setelah beberapa
saat, kemudian aku menarik
kedua
tanganku, dan
duduk menghadap Nina sambil memegang
kedua
pipinya dengan
tanganku.
Sesaat kami
berpandangan, tetapi
kemudian Nina
menutup kedua matanya. Secara
naluriah
kemudian kucium bibir Nina. Untuk sesaat, terasa
bibir
Nina agak menutup rapat, tapi kemudian lama-lama
melemah
dan membuka.
Kukulum bibirnya dengan lembut. Lalu kujepit
bibir bawahnya
dengan kedua bibirku, sambil kubelai bibir
bawahnya itu
dengan lidahku. Kemudian
kukulum lagi
lidahnya, terasa mulai ada respons dari Nina. Ia
mulai
aktif membalas
ciuman dan kulumanku. Secara
refleks,
tanganku mulai membelai-belai payudaranya, dan sesekali
meremas dengan
lembut.
Kemudian Nina
melenguh, dan
melepaskan bibirnya dari bibirku dengan napas terengah-
engah. Matanya terbuka dan kemudian bibirnya tersenyum,
akupun tersenyum sambil memandangnya. "Aku
belum pernah
dicium dengan
cara tadi dan belum pernah ciuman
selama
itu" kata
Nina kepadaku. Aku diam saja
sambil terus
membelai payudara
Nina. Dengan gerakan
memutar, aku
mengelus daerah
puting payudaranya. Secara perlahan, aku
dapat merasakan
bahwa putingnya makin
lama makin
menonjol. Tanpa
berkata-kata, kupeluk erat Nina,
dan
kemudian kucium
lagi.
"Nah begitu
dong ... " kata Joko yang
tanpa kami
sadari sudah
berada di dekat kami. Nina dan aku sama-sama
terkejut dan agak terlonjak mendengar suara Joko. Tubuh
kami pun menjadi agak merenggang.
"Ngaget-ngagetin saja
kamu Jok"
kataku sambil merasa agak
malu dan
sedikit
terganggu, karena situasi tadi sempat membuaiku. "Sorry
deh .. kita ke kamar saja yuk" kata Joko.
Kemudian kami
bertiga masuk ke
salah satu kamar. Perkiraanku, kamar ini
bukanlah kamar
mereka, karena terlihat agak kosong. Boleh
jadi kamar ini
adalah kamar untuk tamu.
Di kamar
Joko langsung duduk di kursi meja rias
dan
berkata,
"Terusin deh yang tadi ... kaya'nya kalian sudah
mulai hot".
Namun kecanggungan kembali merajai situasi di
ruangan. Boleh
jadi, keberadaan Joko
menyebabkan kami
menjadi canggung. Nina hanya duduk diam di
salah satu
sisi tempat
tidur. Di sisi
lainnya aku juga
duduk
terdiam. Namun
kemudian aku berkata "Rasanya canggung Jok
ada kamu
disini". Menyadari situasi,
kemudian Joko
mengatakan bahwa
ia akan keluar dulu dari kamar
itu,
sementara kami
mencoba untuk memadu kemesraan.
Setelah
Joko keluar
kamar, baru terasa bahwa situasi
menjadi
lebih rileks
dan menyenangkan. Aku kemudian
tersenyum,
sambil berjalan
ke arah Nina.
Nina membalas senyumanku
itu sambil
merentangkan tangannya dan memelukku
ketika
aku sampai
di hadapannya. Sambil
duduk kami terus
berpelukan dan berciuman, sambil meraba-raba satu
sama
lainnya. Secara tidak sadar posisi kami sudah
setengah
berbaring. Kakiku
dan kaki Nina
masih terjuntai ke
lantai, tapi
aku sudah dalam
posisi menindih Nina.
Kuciumi payudara
Nina, ia mulai menggeliat-menggeliat
sambil terkadang
menarik nafas panjang. Nafasnya
pun
terdengar semakin
berat. Kubuka kancing-kancing baju
Nina, dan terlihatlah BH nya yang berwarna
coklat muda.
Kusingkapkan BH
sebelah kanan agak
ke atas dan
tersembullah
buah dada Nina
yang cukup besar
itu.
Putingnya tidak
terlalu besar tetapi
sudah cukup
menonjol. Tampaknya
ia sudah mulai terangsang. Segera
kuciumi
payudaranya dan kumainkan putingnya dengan
bibir
dan lidahku,
kadang-kadang kusedot putting payudaranya.
"Oooohhhhh
.... " lenguh Nina, satu saat ketika putingnya
kusedot.
Setelah cukup
lama bermain-main dengan
payudaranya,
kemudian ciumanku
mulai turun ke arah perutnya.
Nina
menggeliat kegelian.
"Geli Mas" katanya.
Seakan-akan
sudah janjian,
kami kemudian merenggangkan tubuh kami dan
sama-sama bangkit duduk, sambil melepas pakaian masing-
masing, sehingga tinggal celana dalam kami
masing-masing
saja yang
masih melekat di
tubuh kami. Kemudian,
kubaringkan Nina,
dan kuciumi bagian
dalam pahanya,
sambil menarik
celana dalamnya ke bawah,
sampai akhir
terlepas. Bulu-bulu di kemaluan Nina cukup lebat,
tapi
garis kemaluannya masih cukup jelas terlihat. Kemudian,
kubuka celana
dalamku sendiri, sehingga
akhirnya kami
sama-sama telanjang bulat.
Kulihat Nina
agak tertegun
melihat
kemaluanku. "Kenapa Nin?" tanyaku "Tidak apa-apa"
jawabnya. Kemudian
kutindih kembali Nina dan
kuciumi
leher dan kupingnya. Kembali terdengar
lenguhan-lenguhan
Nina. Agak
berbeda dengan isteriku yang tidak
banyak
mengeluarkan bunyi
kalau kami sedang
bermesraan, Nina
cukup banyak
mengeluarkan bunyi, entah
itu lenguhan
"Oooohhhhh" atau "eeggghhh" atau
"heegg", dan beberapa
bunyi lain
yang tidak dapat aku ingat.
Kemaluanku yang
mulai membesar dan mengeras menempel di pahanya.
Mungkin
tanpa disadari,
tangan Nina bergerak-gerak seakan mencari
kemaluanku. Kuangkat sedikit pinggulku sehingga
tangan
Nina dapat
menyelinap ke sela-sela
badan kami dan
akhirnya menyentuh kemaluanku. Dengan lembut kemaluanku
digenggamnya dan
digeser-geserkan ke selangkangannya.
Nikmat rasanya, walaupun hanya bergesekan saja. Setelah
cukup tegang,
Nina melepaskan genggamannya pada
kemaluanku dan
kedua tanganya mulai
mengusap-usap
punggungku sambil
terkadang memeluk erat tubuhku yang ada
di atas tubuhnya.
Tiba-tiba ada
seberkas cahaya tambahan terlihat. Kami
sama-sama menoleh
ke arah pintu dan melihat Joko berdiri
di ambang pintu sedang memandang kami. Joko
tertegun dan
kemudian menganggukkan kepalanya. Aku
tidak tahu apa
maksud dari
anggukan kepalanya. Hanya aku sempat
kesal
dan berpikir "waduh ini orang, selalu tidak
sabaran dan
menggangu saja".
Berusaha
mengabaikan keberadan Joko,
kugesekkan terus kemaluanku di selangkangan Nina,
yang
rasanya mulai
membasah. Khawatir "turun"
lagi situasi
yang sudah
panas ini, kupegang kemaluanku
dan mencoba
mengarahkannya ke lubang kemaluan Nina. Dengan
sedikit
dorongan ekstra,
akhirnya kemaluanku berhasil
menembus
lubang kemaluan
Nina. Pada dorongan
pertama hanya
kepalanya saja
yang masuk. Terasa
hangat dan empuk
kemaluan Nina. Ketika kumasukkan, Nina mengeluh "aduuhh
...". Kutarik
dan kemudian kumasukkan lagi
kemaluanku,
hasilnya lebih
dalam dari yang pertama.
Pada enjotan
kelima, bersamaan
dengan masuknya seluruh
batang
kemaluanku ke
lubang kemaluan Nina, Nina kembali mengeluh
"aduuhh sakit
mas ... " katanya. Kudiamkan
sebentar
kemaluanku di
dalam kemaluan Nina. Kemudian kadang-kadang
kutegangkan kemaluanku yang masih didalam kemaluan Nina
dengan sedikit
mengencangkan otot-otot
selangkanganku.
Secara halus
kurasakan kadang-kadang kemaluan
Nina
berespons, dengan gerakan menyempit kemudian normal dan
menyempit lagi.
Tatkala kutatap wajah Nina yang tersenyum
kecil, aku
baru sadar bahwa ia memang sengaja
membalas
gerakanku
menegangkan kemaluanku tersebut dengan
gerakan
vaginanya.
Beberapa lama
kami berkomunikasi dengan
kemaluanku, tanpa
Joko dapat melihatnya.
Tetapi kemudian
aku tidak tahan
lagi. Segera kuenjot lagi pinggulku, kira-
kira pada enjotan yang ke sepuluh, aku tidak
tahan lagi
dan akhirnya
memuncratkan air maniku di dalam
kemaluan
Nina. Entah karena sensasi pengalaman baru, entah
karena
muculnya Joko, entah karena sudah cukup lama aku
tidak
bersetubuh, yang menyebabkan aku eyakulasi lebih
cepat
dari biasanya. Yang jelas aku terbaring di
atas tubuh
Nina dan
mebisikkan ke telinga Nina "Terima kasih Nin.
Punyamu sempit dan enak sekali". Nina diam saja.
Setelah
beberapa lama
dalam posisi itu, kemudian
Nina berkata
"Sesak nafasku mas, badanmu berat".
Aku tahu
diri dan
kemudian menggeser
badanku ke samping
dan berbaring
tertelentang
menikmati pengalaman yang baru kurasakan.
Nina bangkit
berdiri dan menutupi tubuhnya
dengan
bajunya sambil
berjalan ke luar. "Mau ke mana Nin"
tanya
Joko ketika
Nina lewat di hadapannya. "Ke kamar
mandi"
jawab Nina singkat sambil terus keluar kamar. Menyadari
Joko masih berada di pintu kamar itu, aku segera
bangkit
dan mengenakan
pakaianku.
"Koq
sebentar?" tanya Joko "Aku
sudah lama
tidak begituan Jok" jawabku
sambil memakai
celana panjangku. "Aku belum sempat melihat
banyak lho"
kata Joko.
"Mau nggak main sekali lagi?" tanya Joko. Aku
terdiam sesaat
dan kemudian menjawab
"Untuk kali ini
kayaknya cukup Jok" kataku. "Kalau
pulangnya kemalaman,
nanti isteriku
bisa curiga" lanjutku lagi. Kemudian
kami
keluar kamar
meuju ruang keluarga
lagi. Di ruang
keluarga, aku dan
Joko mendiskusikan pengalaman yang baru
terjadi. Joko
mengatakan bahwa pengalaman itu
sangat
merangsang dirinya.
Aku mengungkapkan
secara terbuka
bahwa keberadaan Joko sedikit-banyak
menghambat situasi
panas yang sedang meningkat. Akhirnya, aku
mengungkapkan
bahwa aku mau
pulang. Joko kemudian memanggil Nina,
yang
ternyata masih berada di kamar mandi yang ada di
dalam
kamar mereka.
"Lama amat sih ... " kata Joko
menyambut
Nina yang keluar dari kamar. "Maaf "
kata Nina singkat.
"Aku pulang
ya Nin" kataku. "Iya
Mas ..." kata
Nina
tersipu malu. Sambil pulang, terbayang kembali
kejadian-
kejadian yang baru aku alami. Dan sesampainya di rumah,
aku sempat
bermasturbasi di kamar mandi, sebelum akhirnya
berbaring di
samping isteriku yang telah tertidur lelap.
Pada hari Seninnya, Nina meneleponku di
kantor. Nina
menceritakan bahwa Joko agak marah pada dirinya, karena
persetubuhan antara
Nina dengan aku hanya berlangsung
sebentar saja. Menurut Joko, Nina kurang melayani
akau
dengan baik.
Pendek kata, Joko tidak puas
dan ingin
mengulangi lagi.
Aku bilang pada Nina bahwa aku bersedia
lagi, jika
Joko meminta lagi padaku. Kemudian
secara
bergurau Nina
berkata "Kalau aku yang minta bagaimana Mas
Bambang....?".
"Maksudmu?" tanyaku. "Iya.... tadi kan Mas
Bambang
bilang bahwa kalau
Mas Bambang bersedia
bermesraan lagi denganku kalau Mas Joko meminta lagi
pada
Mas Bambang.
Nah ..., maksudku kalau aku yang
minta ke
Mas
Bambang bagaimana?". "Siapa yang
takut" jawabku.
Sudah hilang
rupanya kecanggungan Nina
kepadaku. Boleh
jadi hal tersebut disebabkan karena kami sudah pernah
me-
lakukan hubungan intim
sebagaimana layaknya suami-istri.
"Emangnya
kamu serius Nin, ingin
lagi bermesraan
denganku"
kataku lirih takut ada yang dengar.
"Serius
mas, aku ingin
mencoba tanpa ada mas Joko.
Rasanya,
keberadaan
dia mengganggu moodku.
Waktu itu, kan
sebenarnya aku
sudah pengin banget, tapi pas Mas
Joko
maksud,
aku jadi agak
terhambat deh. Mas
Bambang
merasakan tidak sih waktu si 'adek' aku pijit-pijit
pakai
kemaluanku?". "Terasa koq Nin, aku baru
sadar waktu aku
menatapmu"
jawabku. "Waktu itu, sebenarnya
aku sudah
ingin
banget dipuaskan. Tapi sengaja,
aku bilang bahwa
aku merasa akit.
Soalnya, aku takut Mas Joko cemburu
karena aku
jadinya juga menginginkan persetubuhan dengan
Mas. Padahal kan
Mas Bambang bisa merasakan sendiri bahwa
saat itu kan aku sudah basah banget di bawah sana"
kata
Nina. "Iya Nin, waktu itu aku agak bingung. Kamu sudah
basah, tapi koq masih bilang sakit" kataku.
"Pada awalnya
memang agak
sakit sih Mas.. soalnya punyamu lebih
besar
daripada punyanya Mas Joko.
Tapi, habis itu rasanya enak
sekali.
Padat rasanya punyaku
dan terasa punyamu
menggesek seluruh dinding kemaluanku" sambung
Nina. "Nah,
pas mas sudah keluar, aku kan buru-buru pergi ke kamar
mandi dan agak lama di sana. Waktu itu, di kamar mandi
aku menuntaskan
apa yang belum mas tuntaskan." kata Nina
lagi.
"Sorry deh Nin, abis waktu itu rasanya enak banget
dan aku sudah
lama tidak melakukan hubungan intim dengan
isteriku" kataku.
"Mengenai
permintaanku tadi bagaimana
Mas?" tanya
Nina.
"Bagaimana caranya
dong, kita bisa
berhubungan
tanpa sepengetahuan
Joko?" tanyaku.
"Begini
Mas,
kebetulan
aku minggu depan
ditugaskan ke Bandung
sendirian. Mas
bisa menemui aku di Bandung kalau
mau."
kata Nina.
Akhirnya kami membuat janji untuk bertemu
di
Bandung.
Setibanya
di Bandung, nanti
Nina akan
menghubungiku
via handphone untuk
memberitahukan ia
menginap di mana dan di kamar berapa.
Minggu
depannya, setelah menerima telepon dari
Nina,
jam 9 malam kutekan bel pintu kamarnya di hotel.
Dengan
hanya
mengenakan daster dan rambut terikat ke atas Nina
membuka pintu
kamarnya. Bagaikan sepasang kekasih yang
sudah lama tidak bertemu, kami langsung berpelukan dan
berciuman
segera setelah pintu kamar ditutup.
Kutekan
tubuh Nina ke dinding, dan kugerayangi tubuhnya dengan
tetap tidak
melepaskan ciuman kami. Karena tidak
tahan,
segera
kubopong Nina ke
tempat tidur dan
kemudian
kutindih dia
dan terus kumesrai. "Mas ... mas
... stop
dulu dong ... " pinta Nina tersengal-sengal.
"Kenapa Nin
?"
tanyaku. "Mas ini ahh...
baru datang langsung ganas
saja.
Minum dulu kek atau lepas sepatu
dulu kek" kata
Nina sambil bangkit lalu bersimpuh dihadapanku yang
duduk
di tempat tidur.
Nina kemudian dengan lembut membuka
sepatu dan kaus
kakiku. Kemudian ia mengambilkan sandal
kamar yang disediakan oleh hotel dan memasangkannya ke
kakiku. Aku tersentuh dengan perlakuan Nina tersebut.
Aku
belum
pernah diperlakukan demikian oleh
isteriku. "Aku
ambilkan minum dulu ya" kata Nina seraya berjalan
ke arah
kulkas.
Kemudian aku pindah duduk di kursi yang
ada di
kamar itu. Nina
meletakkan jus jeruk di meja
sambil
mencubit
tanganku dengan genit.
Kurengkuh tubuh Nina,
tapi dia
mengelak dan duduk di depan meja rias.
Kuteguk
minuman yang disediakan Nina, sambil memandangi Nina
yang
sedang
menyisir rambutnya yang
berantakan karena
serbuanku tadi.
Setelah membuka
keran bathtub, kemudian Nina mengikat
kembali
rambutnya di depan kaca di kamar mandi tersebut.
Kupeluk
tubuhnya dari belakang. Kuraba-raba
kedua
payudaranya
dari belakang, terkadang
kuremas lembut.
Sementara tangan kiriku tetap di dadanya, tangan kananku
turun
merambat hingga di selangkangannya, kuusap-usap
daerah
kemaluannya, diselingi dengan
tekanan-tekanan
lembut
berputar. Nina mulai
mendesah-desah, tubuhnya
mulai
menggeliat-geliat. Mendapat respons demikian, aku
menjadi semakin
semangat. Kemudian dengan ganas kucium
tengkuknya,
kadang-kadang menggesesr ke
sekitar
kupingnya.
Desahan dan geliatan Nina semakin
menjadi-
jadi. Aku makin
bertambah semangat lagi,
dan tanpa
kusadari
remasan tanganku baik pada
payudaranya maupun
selangkangannya
semakin menggebu-gebu. Aku
tidak tahan
lagi dan kukatakan pada Nina "Nin ... aku
masukin ya
sebelum kita mandi". Nina mengangguk perlahan.
Dengan
cepat kulepaskan baju
dan celanaku serta
celana dalamku. Habis itu, kusingkap daster Nina ke
atas,
dan
kutarik celana dalamnya ke bawah.
Lalu kutempelkan
kemaluanku yang
dari tempat tidur tadi sudah tegang ku
belahan
pantatnya, sehingga menyentuh bbir
kemaluannya.
Dengan
gerakan pelan kugesekkan
kemaluanku ke
selangkangan Nina. Terasa hangat dan lembut. Pada posisi
ini,
walaupun belum masuk
ke vaginanya, aku sudah
merasakan
jepitan pada kemaluanku. Mungkin
itu jepitan
pahanya,
tetapi mungkin juga
jepitan dari bibir
kemaluannya.
Sementara itu, kedua
payudara Nina terus
kuremas-remas. Kulirik ke kaca di depan kami, kepala
Nina
hanya tertunduk
saja, aku tidak dapat melihat wajahnya.
Sesekali
kulihat kepalanya menggeleng
ke kiri dan ke
kanan.
Sesekali terdengar rintihannya
"Masssssssssss,
shhhhhhhhh, shhhhhhh aduhhhhhh, ahhhhhhhhh
...". Setelah
kurasakan kemaluan Nina sudah mulai cukup basah,
kupegang
kemaluanku dan kuarahkan ke vagina Nina. Secara perlahan
aku dorong
kemaluan aku memasuki kemaluan Nina. "Aaawww
.asshhh" jerit Nina perlahan ketika kepala
kemaluan aku
mulai
masuk. Kutarik sedikit dan
kemudian kutekan lagi
sehingga hampir
seluruh kemaluanku masuk ke
kemaluan
Nina.
Setelah kudiamkan sebentar, kemudian
aku mulai
menggerakkan
kemaluanku maju mundur ke kemaluan
Nina.
Desahan dan erangan Nina semakin sering terdengar.
Ketika
kepala Nina mendongak ke belakang ke arahku, kulirik
kaca
di depan kami, terlihat wajah Nina memerah dengan mata
terpejam.
Suatu pemandangan yang
sangat merangsang.
Kuteruskan
gerakan-gerakanku dan karena
nikmatnya, aku
tidak
tahan lagi dan akhirnya dengan jeritan tertahan
kumuntahkan
air maniku di dalam
kemaluan Nina. Nina
menggeliat-geliat
resah karena setelah
eyakulasi,
gerakanku menjadi terhenti. "Mass .. aku
belum nih ....
rasanya menggantung ..... " kata Nina
seakan-akan protes
dengan apa yang baru saja terjadi.
"Maaf deh Nin .... enak banget sih" kataku.
"Sini aku
bantuin supaya kamu tuntas" sambungku lagi sambil
menarik
tubuh Nina ke arah bathtub. Kemudian kami berdua masuk
ke
dalam
bathtub dalam posisi aku duduk di
belakang Nina.
Tangan kiriku mulai kembali meraba-raba payudara Nina,
sedangkan
tangan kananku berputar-putar menggerayangi
kemaluannya di dalam air. "Shhh oohhhh ..ahhh
!!" kembali
terdengar bunyi-bunyian dari mulut Nina. Secara
perlahan,
tubuh
kami mulai setengah
terbaring, dengan posisi
tubuhku
bersandar pada ujung
bathtub, sedangkan tubuh
Nina
bersandar di tubuhku. Mulutku
juga aktif menciumi
leher dan telinga Nina. Setelah beberapa lama kemudian
kurasakan tubuh
Nina mulai menegang dan tanganku mulai
terjepit
agak keras oleh
kedua pangkal pahanya.
Kuteruskan
gerakan-gerakanku, sampai
akhirnya kudengar
jeritan
tertahan "massss, acccchhhhhhh ...... " disertai
dengan jepitan yang sangat keras pada tangan kananku.
Aku
menduga bahwa
Nina sedang mencapai orgasme, dan ternyata
memang
benar. Secara perlahan-lahan tubuh
Nina yang
tadinya
sangat tegang mulai mengendur dan
rileks di
pelukanku. "Ma kasih ya mas " kata Nina
singkat. Sejenak
kami
terdiam, dan setelah beberapa
lama kemudian kami
mulai mandi, dengan saling menggosok tubuh kami satu
sama
lainnya.
Setelah mandi,
sambil berbaring berpelukan di
tempat
tidur,
kami membicarakan beberapa
hal. Nina banyak
bercerita
tentang hubungannya dengan
Joko. Setelah
beberapa lama kemudian kembali kami memadu nafsu
kami di
ranjang
hotel yang sempit itu,
sampai akhirnya kami
tertidur dalam keadaan telanjang bulat. Keesokan
paginya,
sebelum
aku kembali ke Jakarta, kami sempat berhubungan
sekali lagi.
Nina mengemukakan bahwa ada satu pengalaman
baru yang ia
alami selama dua hari kami berhubungan,
yakni
untuk pertama kalinya
ia merasakan nikmatnya
kemaluannya diciumi. Menurut Nina, Joko tidak
pernah mau
menciumi
kemaluannya, tapi sering meminta
Nina untuk
menciumi kemaluan Joko.
Seminggu setelah kejadian di Bandung
tersebut, Joko
menelepon dan
meminta kesediaanku untuk mencoba
lagi
berhubungan dengan Nina. Seakan belum terjadi
apa-apa,
aku mensyaratkan
kepada Joko agar
aku mencoba dulu
berhubungan dengan
Nina tanpa dia di sekitar kami. Dengan
agak berat hati,
Joko menyetujui syaratku itu. Belum tahu
saja dia
... bahwa aku dengan Nina sudah
cukup akrab,
bahkan sejak pulang dari Bandung, hampir tiap hari kami
berhubungan melalui
telepon.
Pada hari yang
telah kami sepakati, Joko pamit ingin
jalan-jalan
setelah kami selesai makan
malam di rumah
Joko.
Sepeninggal Joko, Nina menghambur ke
pelukanku
seraya
mengungkapkan bahwa ia kangen
sekali, sampai-
sampai hampir tiap hari ia bermasturbasi sambil
mengingat-
ingat kejadian
di Bandung.
Kugendong tubuh Nina ke kamar
dimana kami untuk pertama kalinya bersetubuh.
Sesampainya
di kamar itu,
kubaringkan tubuh Nina di
tempat tidur
dengan
langsung menindih, menciumi
dan meraba-raba
tubuhnya.
Setelah beberapa saat, tiba-tiba meronta-ronta
dan
kemudian bangkit duduk. Belum
hilang rasa terkejut
dan
bingungku, tiba-tiba lagi
kemudian Nina mendorong
tubuhku
hingga terbaring dan
dengan cepat membukai
kancing bajuku dan kemudian melepaskan celana panjang
dan
celana
dalamku. Setelah itu ia
dengan agresif mulai
menciumiku.
Mulai bibir, kuping, merembet ke
leher dan
dada.
Bahkan Nina cukup
lama menciumi dan
mengulum
putingku. Geli-geli enak rasanya.
Dari dada,
ciuman Nina merambat ke perut dan kemudian
ke pangkal paha. Berbeda dari perkiraan dan harapanku,
dari
pangkal paha, ciuman
Nina tidak menyentuh
kemaluanku.
Padahal aku ingin sekali
agar kemaluanku
dicium
atau setidak-tidaknya diraba
oleh Nina.
Ketika
ciuman
Nina mulai turun, aku sebenarnya secara
tidak
sadar
sudah menarik kepala Nina
agar berada tepat
di
tengah
selangkanganku. Tetapi, tampaknya
Nina tidak
memenuhi
keinginanku itu.
Bibir dan
lidah Nina terus
merembet
ke bawah, ke bagian dalam dari
paha kananku
sampai ke dengkul,
termasuk ke bagian belakang
dari
dengkul. Di bagian belakang dengkul ini,
kurasakan lidah
Nina
menyapu-nyapu. Nikmat dan menggoda rasanya, karena
sebelumnya aku belum pernah merasakan hal
itu. aku
hanya dapat mendesah dan menahan napas saja. Dari
dengkul
kanan, Nina pindah ke dengkul kiri, dengan
melakukan hal
yang sama. Secara perlahan kemudian merambat ke
atas, ke
bagian dalam paha kiriku, kemudian ke pangkal
paha. "Nin
.... Ayo dong" pintaku. Nina rupanya memang
sengaja ingin
menggodaku. Agak berlama-lama ia menciumi pangkal
pahaku,
dan bahkan kemudian turun lagi ke bawah. "Nin
.... Please
...."
pintaku lagi. Nina tidak
juga segera memenuhi
permintaanku,
tetapi ia kemudian mulai
menciumi bagian
bawah kantung
kemaluanku. Lumayanlah .... Batinku
dalam
hati. Dan
akhirnya, Nina mulai menciumi kemaluanku
dari
samping, baik kiri maupun kanan, tetapi kepala
kemaluanku
belum
dijamahnya. Akhirnya, dengan sentakan
yang cukup
keras,
kutarik kepala Nina hingga
mulutnya menyentuh
kepala
kemaluanku. Mulailah ia
mencium, menghisap dan
menyedot kemaluanku ..... hingga pada akhirnya
kemaluanku
memuncratkan isinya. Aku agak terkejut sekaligus terharu
ketika
Nina, menampun air
maniku dimulutnya, bahkan
menelannya.
Jangankan menelan, untuk sekedar
menciumi
kemaluanku
saja, isteriku sangat
jarang. Hitungannya
masih bisa dihitung dengan jumlah jari dalam satu
tangan.
Jijik dan tidak
pantas kata isteriku. Terus terang, aku
merasa
tersanjung waktu Nina menelan
air maniku. Nina
..... Nina .....
"Tadi kamu
ngeledek aku ya Nin .... " kataku.
"Orang
sudah pengen
banget .. eh malah turun ke dengkul lagi
"
lanjutku
lagi. Nina tertawa kecil dan
kemudian berkata
"Tapi enak kan
..." dengan yakin. "Uueenakk
buaanget ...
"
jawabku. "Kamu tidak
jijik Nin menelan
maniku?"
lanjutku
bertanya. "Biasanya sih iya" kata Nina,
"tapi
tadi aku tidak sadar dan tidak merasa jijik, malah aku
juga ikut menikmatinya sepenuh hati" kata Nina.
Dalam
hati aku membenarkan perkataan Nina. Ketika dimesrai
Nina
tadi, aku
merasakan pelayanan dan penyerahan yang
total
dari Nina,
bahkan tidak memperdulikan badanku yang belum
mandi,
karena tadi aku langsung dari
kantor ke tempat
ini. Suatu ketotalan yang bahkan rasanya belum pernah
aku
dapatkan dalam berhubungan dengan isteriku.
"Biasanya aku
menolak
jika Mas Joko
mau mengeluarkan maninya
di
mulutku,
apalagi menelannya" sambung
Nina di tengah
lamunanku.
"Ma kasih ya Nin" kataku sambil mengelus-elus
tubuhnya.
"Aku juga mas" kata
Nina. "Anggap saja
itu
sebagai imbalan dari pengalaman baru yang Mas
berikan di
Bandung
waktu itu" kata Nina.
"Ya mana
Nin?" tanyaku
sambil sekali-kali memberikan kecupan ringan di
pipi dan
kupingnya.
"Itu lho, yang punyaku Mas
ciumin. Itu kan
juga sebelumnya aku tidak pernah mengalaminya"
jawab Nina
sambil membalas elusanku, dengan mengelus-elus dadaku.
Kecupan-kecupan ringan terus kulakukan di
wajah dan
kuping Nina.
Bahkan aku mulai merembet turun ke leher,
dada,
perut ... dan
akhirnya kubalas apa yang
Nina
lakukan
padaku. Ketika aku menciumi
kemaluannya, Nina
membalikkan
arah tubuhnya, sehingga kami
bisa saling
meciumi
kemaluan satu sama lainnya.
Kadang-kadang Nina
berhenti mencium, ia hanya menggerak-gerakkan
pinggulnya.
Aku
mengira ia sedang
menikmati rangsangan-rangsangan
yang kuberikan.
Pada posisi itu, entah berapa kali Nina
mengalami
orgasme aku tidak tahu persis.
Tetapi, aku
merasa
setidaknya tubuh Nina
sempat meregang-regang
secara ritmis sebanyak dua kali. Karena
kemaluanku sudah
tegang,
akhirnya kubalikkan tubuhku
dan kumasukkan
kemaluanku ke
kemaluan Nina. Kugerakkan pinggulku
turun
naik.
Sampai akhirnya aku eyakulasi
di dalam
kemaluan
Nina.
Di tengah perbincangan kami setelah permainan
yang
melelahkan
tersebut, Joko datang
dan langsung masuk
kamar. Ia menanyakan
bagaimana keadaan kami.
Aku
mengatakan bahwa
kami sudah berhasil
melakukan intim.
Kemudian
Joko meminta kami untuk bermain
lagi. Tetapi,
entah
kenapa, saat itu
kemaluanku tidak lagi
dapat
berdiri tegak.
Setelah dicoba beberapa lam, tetap tidak
dapat tegak walaupun terkadang dapat agak membesar.
Boleh
jadi, hal itu
disebabkan karena aku sudah
dua kali
mencapai
kepuasan malam itu. Boleh
jadi juga karena
keberadaan
Joko mengurangi nafsu aku
dan Nina. Joko
terlihat
sedikit kecewa ketika kukenakan
pakaianku dan
pamit pulang.
Keesokan
siangnya Nina meneleponku di kantor.
Dengan
terisak ia bercerita
bahwa ia dan
Joko baru saja
bertengkar hebat. Tanpa kami sadari, rupanya Joko
merekam
dengan kamera video apa yang kami lakukan di kamar
ketika
ia pergi. Melalui hasil rekaman itulah Joko mengetahui
apa yang kami lakukan di kamar itu. Joko sangat marah,
karena
ketika ia tidak
ada kami dapat
berhubungan
sedemikian panas dan binal. Nina menceritakan
bahwa Joko
juga
mengungkit-ungkit beberapa hal
yang tidak pernah
Nina lakukan
padanya.
Khususnya karena Nina mau menerima
air maniku di
mulutnya bahkan menelannya,
serta Nina
bersedia
menciumi kemaluanku setelah
kemaluan tersebut
masuk ke dalam
kemaluan Nina. "Sialan ..." kataku
dalam
hati. "Suka ngintip dan merekam, eh koq tidak
sadar kalau
direkam".
Kuberikan beberapa saran praktis untuk Nina saat itu,
sambil
membuat janji untuk bertemu
pada siang hari.
Setelah
kejadian itu, Joko tidak pernah
menghubungiku
atau
meminta tolong lagi padaku.
Tetapi, kadang-kadang
aku masih berhubungan intim dengan Nina. Entah itu di
hotel, di villa keluarga kami, bahkan pernah
juga di
rumah
Joko ketika ia
bertugas ke anjungan
minyak.
Diilhami dengan
apa yang dilakukan Joko, dalam berbagai
kesempatan
aku juga mencoba merekam
permainanku dengan
Nina.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerita Dewasa
dengan judul Aku dan Isteri Temanku. Jika kamu suka, jangan lupa like dan bagikan keteman-temanmu ya... By : Night.Dream
Ditulis oleh:
Unknown - Friday, September 6, 2013
Belum ada komentar untuk "Aku dan Isteri Temanku"
Post a Comment